Seperti yang diharapkan Presiden Soekarno, Masjid Istiqlal memang tepat untuk menggambarkan kerukunan antar umat beragama. Tempat ibadah bagi umat muslim ini merupakan rancangan penganut Kristen Protestan dan anak seorang pendeta asal Bonadolok, Sumatera Utara bernama Frederich Silaban.
Ia terpilih sebagai pemenang dari hasil lomba sayembara rancang masjid yang diadakan pada 22 Februari 1955. Bung Karno langsung menjuluki Silaban sebagai "By the Grace of God" karena memenangi sayembara tersebut.
Dengan desain berjudul Ketuhanan, dia mengaku tidak tahu dapat dari mana inspirasi rancangan tersebut. Dia hanya memberikan kaidah-kaidah arsitektur yang sesuai dengan iklim Indonesia dan berdasarkan yang dikehendaki orang Islam terhadap sebuah masjid.
Frederich Silaban lahir di Bonandolok, Sumatera Utara pada 16 Desember 1912. Lalu meninggal di Jakarta, 14 Mei 1984 pada umur 71 tahun.
Ia adalah seorang opzichter/arsitek generasi awal di negeri Indonesia. Dia merupakan seorang arsitek otodidak. Pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah) namun ketekunannya membuahkan beberapa kemenangan sayembara perancangan arsitektur, sehingga dunia profesipun mengakuinya sebagai arsitek. Dan seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun dimana beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut.
Frederich Silaban telah menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Mesjid Istiqlal.
Frederich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo.