Korban Selamat Kebakaran Pabrik Mancis: Kalau Lihat Api Saya Teringat
Binjai, IDN Times - Kasus kebakaran pabrik mancis di Jalan T Amir Hamzah, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, yang menelan korban tewas sebanyak 30 orang, kembali dipersidangkan.
Kali ini sidang masih beragendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi sebanyak 11 orang terdiri dari keluarga korban dan korban selamat, serta polisi.
Persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Binjai, Jalan Gatoto Subroto, Kecamatan Binjai Barat, Senin (23/9/2019), dipimpin Hakim Ketua Fauzul Hamdi sekaligus Ketua PN Binjai. Dalam persidangan turut dihadirkan ketiga terdakwa, yakni Indramawan (pemilik usaha PT Kiat Unggul), Burhan (Manajer operasional), dan Lismawarni (Manajer SDM atau personalia).
1. Korban selamat mengaku masih trauma

Pada persidangan tersebut, korban selamat Nur Aisyah, 24, mengaku masih trauma. "Sampai sekarang kalau melihat api saya teringat dengan kejadian itu," kata Nur.
Dijelaskan Nur, dirinya sudah bekerja selama empat tahun. Diawal bekerja, dirinya harus training selama satu bulan di lokasi. "Saya tahu ada lowongan kerja dengar dari kawan-kawan dan saat melamar saya diterima mandor," sebutnya.
Pekerjaan yang dilakukan, sambung Nur, merakit mancis yang dibawa atau disiapkan pihak perusahaan. "Pengantaran mancis yang akan dirakit memang dilakukan secara terbuka," terangnya.
2. Saksi mengaku tidak dibekali pelindung diri dan BPJS

Selama bekerja, lanjut Nur, mereka tidak dilengkapi pelindung diri. "Adapun hanya racun api. Itu pun saya tidak tahu cara menggunakannya. Ditambah kain basah dan tong berisi air," tuturnya.
Terkait hak yang diberikan, Nur mengaku mereka menerima gaji bulanan dan Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, para karyawan tidak memiliki BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan dari perusahaan. "Hanya mandor yang punya BPJS," ungkapnya.
Untuk gaji, sebut Nur, rata-rata per bulan dapat diterimanya sebesar Rp700 ribu. "Potongan tidak ada. Kecuali kalau kami tidak hadir tanpa alasan dipotong Rp40 ribu," pungkasnya.
Nur juga mengungkapkan, bahwa para pekerja masih ada yang berusia 17 tahun. "Sekitar dua orang dibawah umur," cetusnya.
Ironisnya, status Nur sebagai pekerja di pabrik mancis tersebut sampai saat ini juga tidak jelas. "Saya tidak tahu apa kelanjutan kami di perusahaan itu. Diberhentikan tidak dan bekerja juga tidak," bebernya.
3. Satu nyawa dihargai 25 juta

Sementara pengecara terdakwa, J Rahmat, mengaku sudah menyalurkan kompenasi sebesar Rp25 juta per orang. Namun, dari 30 korban, hanya 19 orang yang menerima.
"Pihak perusahaan sudah beretikat baik menyiapkan Rp750 juta untuk para korban. Masing-masing korban diberi Rp25 juta. Tapi masih ada yang tidak menerima dan meminta kompensasi Rp3,6 miliar yang katanya sesuai aturan. Kami juga tidak tahu aturan mana itu," kata J Rahmat.
Kompenasi sebesar Rp25 juta menurut Rahmat memang tidak dapat menggantikan para korban. "Tapi hanya itu kemampuan pihak perusahaan," ucapnya usai persidangan.
Di saat sidang berlangsung, pertanyaan pihak pengacara terdakwa kerap dihentikan hakim ketua. Pasalnya, apa yang sudah ditanya hakim dan jaksa penuntut umum kepada saksi, kembali dipertanyakan pihak pengacara terdakwa.
Persidangan akan dilanjut pada Kamis (26/9) depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari polisi dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).















